KATA PENGANTAR
Puji Syukur Kami Panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa , Atas izin dan petunjuk nya, maka penyusunan Sejarah Desa Tanjung telah dapat diselesaikan sesuai dengan proses dan harapan serta disusun berdasarkan tahapan dan kaidah kaidah pengkajian serta penulisan sejarah.
Sejarah Desa Tanjung dapat diselesaikan berkat dukungan penuh dari segenap tim Penyusun, Narasumber serta , Tokoh Masyarakat, serta Warga Masyarakat yang berpartisipasi dalam setiap proses yang dilakukan baik dari observasi, penelusuran dan wawancara.
Kami menyadari bahwa penulisan dokumen Sejarah Desa Tanjung ini masih jauh dari sempurna tetapi sebagai upaya untuk mendokumentasikannya tentunya adalah sebagai langkah maju yang akan membantu menuliskan sejarah yang lama tidak dilakukannya penelusuran sehingga harapannya paling tidak bisa menjadi dokumen penting di Pemerintah Desa Tanjung.
Selaku Tim Penyusun Sejarah Desa Tanjung melalui ruang ini ingin menyampaikan terima kasih kepada:
Tim Penyusun Sejarah Desa Tanjung lainnya
Para Tokoh Masyarakat yang telah memberi masukan berupa sumbangan saran maupun nasehat.
Narasumber.
Segenap anggota / warga masyarakat Desa Tanjung
Semoga apa yang dihasikan dapat dibaca oleh masyarakat dan generasi yang akan datang agar mengenal sejarah desanya secara baik dan dapat menjadi suri tauladan
BAB I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
“ Janganlah sekali kali melupakan sejarah “ Kata kata ini mengingatkan kita bahwa sejarah memiliki posisi begitu penting dalam kehidupan suatu masyarakat terlepas dari apakah sejarah itu berisi hal hal yang baik atau peristiwa yang sangat menyedihkan sekalipun haruslah dapat diterima dengan baik juga, ada adagium klasik menyatakan bahwa Sejarah adalah Rangkaian peristiwa yang berisi tentang keseluruhan kejadian kejadian dan perkembangan masyarakat serta kemanusiaan yang hidup dalam jaringan makna yang terdiri atas pandangan pandangan hidup,keyakinan keyakinan moral dalam ruang hidup bersama baik yang berisi penciptaan kreasi peradaban maupun tragedi.
Sejarah suatu komunitas atau kaum menunjukkan hitam dan putihnya peristiwa yang berlangsung dengan begitu banyak catatan,cerita dan juga keadaan yang mengikuti dimana dengan begitu akan membentuk identits suatu masyarakat yang dinamis.
Sejarah merupakan hal yang tidak bisa dilepaskan dari peradaban manusia yang terus berkembang dan berevolusi, sebagai mahluk yang hidupnya dinamis, manusia akan menciptakan sejarah dan kemudian bermanfaat bagi kehidupan sekarang dan masa yang kan datang.
Kalau melihat Desa Tanjung dengan masyarakatnya yang heterogen, maka kita akan melihatnya dengan begitu banyak peristiwa yang unik dan terus menerus diproduksi dibanyak sekali teritori kebudayaan, adalah sebuah jagat yang banyak diseraki oleh banyak sekali upacara yang masih banyak memiliki kewibawaan & kekuatan budaya. Dari upacara ke upacara sambung menyambung menjadi satu, Sementara sebagai pagelaran nilai nilai masyarakat dan kemanusiaan yang sipatnya profan , upacara menjadi ruang publik dimana setiap orang yang hadir diminta untuk menanggalkan gelar, menakar integritas masing masing , menguji ketulusan komunikasi masing masing & sekaligus mencairkan semuanya dalam dinamika yang sangat harmoni dan bersahaja.
Menuliskan sejarah Desa Tanjung sangatlah penting untuk dilakukan, akan banyak hal yang terdampak bagaimana kita melihat dunia dan sekitar kita kemudian menuliskan runtutan peristiwa demi peristiwa, menuliskan cerita demi cerita, menelusur manuskrip demi menuskrip dan situs yang masih tersisa baik berupa tulisan dan ingatan ingatan dan juga dari sesuatu yang diceritakan secara turun temurun.
Seperti menguntai benang kusut dan mencari jejak jejak yang hilang ratusan tahun yang lalu bahkan berabad abad yang lalu dan kita tidak juga berada disana dalam alur cerita sejarah itu, orang orangnyapun sudah tidak ada, para pelaku sejarah itu sendiri telah pergi tentunya menjadi sangat rumit tapi menjadi tantangan tersendiri.
Para pelaku sejarah itu sendiri lupa atau tidak berupaya untuk menuliskan, dari generasi kegenerasi juga tidak berinisiatif untuk menuliskan sebagai bukti, sehingga kita harus menelusurnya dengan hati hati, menuliskan dengan teliti karena dari cerita demi cerita harus memiliki sambungan bermakna yang beririsan satu sama lain dan menuliskan narasinya sesuai dengan bukti sejarah itu yang ada.
Tulisan ini tentunya tidak akan menguak luka atau tragedi yang terjadi atau berkeinginan menggugat sejarah masa lampau tapi sekedar mengingatkan bahwa seberapun peristiwa yang terjadi tetaplah harus ditulis untuk di ingat sebagai identitas asli kita.
Sebagai hasil kajian tentunya memiliki kekurangan dan kelemahan tetapi cukup memberikan makna yang berarti untuk diterima sebagai hasil yang akan memberikan gambaran bahwa Desa Tanjung memiliki sejarah yang unik, Desa Tanjung memiliki semua hal hal yang luhur dan kadang juga semua hal hal yang berisi ketaksadaran.
1.2. Tujuan, Maksud dan Manfaat Kajian
Tujuan Umum
Agar masyarakat dapat mengetahui dan memahami sejarah Desa Tanjung
Tujuan Khusus
Mengumpulkan data dan informasi terkait situasi, dinamika serta fenomena yang telah terjadi pada masa lalu dalam pengelolaan pemerintahan di Desa Tanjung.
Untuk menggali nilai nilai yang berkembang dalam masyarakat sebagai upaya membangkitkan semangat melakukan hal yang lebih baik dimasa yang akan datang.
Agar generasi mendatang mengetahui dan memahami sejarah desanya sebagai bagian dari upaya melestarikan nilai nilai local dan dapat menjadi suri tauladan
Maksud Kajian
Untuk mengetahui dan memberi makna dari beragam peristiwa sejarah , kondisi sistem demokrasi, sistem pemerintahan serta sosial budaya masyarakat Desa Tanjung pada masa awal terbentuknya pemerintahan Desa Tanjung.
Manfaat Kajian
Sebagai sarana untuk mendokumentasikan beragam nilai lokal, tradisi, adat, dan kebiasaan masyarakat yang dapat membantu untuk mengenal dan memperkokoh jati diri, identitas sosial kultural.
Tersedianya dokumen yang bisa digunakan sebagai bahan rujukan untuk menyusun perencanaan pembangunan desa yang berbasis pada potensi yang dimiliki dengan mengoptimalisasi sumberdaya local.
Sebagai sarana untuk mempersatukan dan memperkokoh persatuan dan kesatuan masyarakat Desa Tanjung
1.3. Metodology Kajian
Dalam melakukan kajian sejarah Desa Tanjung dilakukan oleh Tim Pengkajian dengan beberapa tahapan
Mengumpulan data skunder melalui wawancara, literasi dan melihat data dan sumber data.
Pengolahan data melalui pencermatan data dan informasi, pengecekan keabsahan data dan data diinterpretasi dengan membuat kesimpulan.
Sedangkan methodology yang dilakukan dalam melakukan Kajian Sejarah Desa Tanjung adalag seperti dibawah ini
Metode yang digunakan dalam pengkajian sejarah Desa Tanjung meliputi beberap hal diantaranya (1).Observasi, (2).Penelusuran Sejarah, (3). WST ( Wawancara Semi Terstruktur ),(4). Pengumpulan data & Informasi (5).Triangulasi, dan (6). Analisa data & Informasi, sedangkan proses pengolahan data dilakukan melalui
} Reduksi data : Proses pemilihan dan transpormasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis dilapangan hasil wawancara
} Penyajian data : sekumpulan data dan Informasi yang terkumpul disusun berdasarkan pada Indikator dan variabel.
} Kesimpulan : Menemukan makna data untuk memahami tafsiran dalam konteks informasi dan kebutuhan data yang tersedia.
1.4. Narasumber Dan Informasi Yang Di Gali
Untuk mendukung kelengkapan proses kajian sejarah Desa Tanjung dilakukan dengan melakukan identifikasi terhadap narasumber, klasifikasi informasi yang akan di gali sehingga bisa memudahkan proses penggalian data dan informasi dalam kajian sejarah yang dilakukan, adapun narasumber dan informasi yang digali adalah sebagai berikut :
Datu Artadi
Made Sasah
Wartadi
Wayan Tusti Jaya
Sedangkan informasi yang digali meliputi (1). sejarah dan sistem pemerintahan dan hubungan dalam sejarah (2). Sejarah, sosial keagaman dan tata kelola pemerintahan dan (3). Terkait sistem demokrasi dan sistem kepemimpinan.
BAB II
GAMBARAN UMUM DESA TANJUNG
Desa Tanjung merupakan salah satu dari tujuh desa di Kecamatan Tanjung Kabupaten Lombok utara. Batas batas administratif Desa Tanjung adalah:
Bagian Utara berbatasan dengan Laut Jawa.
Bagian Barat berbatasan dengan Desa Sokong.
Bagian Selatan berbatasan dengan Desa Tegal Maja.
Bagian Timur berbatasan dengan Desa Jenggala.
Desa Tanjung memiliki total luas wilayah sebesar 316 Ha dan terdiri dari 17 dusun. Adapun 17 dusun yang dimaksud yakni Dusun Gubuk baru, Dusun Kandang Kaoq, Dusun Karang Bayan, Dusunkarang Bedil, Dusun Karang Desa, Dusun Karang Jero, Dusun Karang Langu, Dusun Karang Panasan, Dusun Karang Raden, Dusun Karang Swela, Dusun Lading-Lading Dasan Baro, Dusun Lading-Lading Otak Desa, Dusun Lading-Lading Penimbungan, Dusun Lading-Lading Samarai, Dusun Lading-Lading, Dusun Sorong Jukung, dan Dusun Karang Pande dan Dusun Kandang Kaoq memilki luas wilayah yang paling besar yaitu 56 Ha atau mencakup 17,8% dari total luas wilayah Desa Tanjung. Selanjutnya, dusun dengan luasan terbesar kedua yaitu Dusun Lading-lading Otak Desa yang memliki luas 35 Ha atau mencakup 11,1% dari luas desa.
Topografi atau ketinggian wilayah di Desa Tanjung bervariasi. Desa Tanjung didominasi oleh dataran rendah dengan ketinggian antara 44 – 50 mdpl dengan luasan Desa Tanjung 1,14 km2 atau 36,1% dan 38 – 44 mdpl dengan luasan sebesar 0,91 km2 atau 28,8% dari total luas desa. Pada dataran di ketinggian ini masih layak untuk dihuni sebagai daerah permukiman atau dibuat sebagai tempat wisata.
Kondisi kemiringan lereng di Desa Tanjung sangat bervariasi. Kemiringan lereng paling dominan di Desa Tanjung adalah 2% - 15% dengan kategori sedikit miring dan mencakup 1,9 km2 atau sekitar 60,1% dari seluruh total wilayah Desa Tanjung. Kemudian wilayah yang berada di kondisi kemiringan lereng datar 0% - 2% memiliki cakupan 1,19 Km2 atau 37,7% dari total luas wilayah. Kelas kemiringan lereng curam 25% - 40% memiliki cakupan 0,04 Km2 atau 1,3% dari total luas wilayah. Dan kategori agak curam 15% - 25% mencakup 0,03 km2 atau 0,9% dari total luas Desa Tanjung
Desa Tanjung memiliki jumlah penduduk dengan total 10,510 jiwa dengan jumlah KK sebanyak 5.169. Jumlah penduduk paling banyak terdapat di Dusun Gubuk Baru dengan jumlah penduduk 1.212 jiwa dengan total KK sebanyak 380. Sedangkan jumlah penduduk paling sedikit berada di Dusun Lading-lading Penimbungan dengan jumlah penduduk 288 jiwa dan jumlah KK sebanyak 97.
BAB III
SEJARAH DESA TANJUNG
3.1. Riwayat Asal usul Desa Tanjung
ERA KE-DATU-AN
Dari gambaran sejarah Lombok Utara sebelum abad ke 16 masuknya agama Islam di Pulau Lombok, sesungguhnya kehidupan masyarakat Lombok Utara sudah berkembang dalam bentuk Kedatuan, yang juga dipengaruhi oleh 2 ( dua ) kebudayaan besar yang berasal dari Jawa dan Bali yang ber-intraksi dengan kebudayaan lokal yang Propan dan Mistis.
Berdasarkan 2 ( dua ) Manuskrip yang disebut Piagam Gangga yang terdiri dari Piagam Penjor yang ditulis dalam lembar daun lontar sebanyak 3 bagian ( Berisi sislsilah Kedatuan Gangga dan silsilah Kedatuan Bebekeq dan Dedaun ) dan Piagam/Prasasti Kerurak yang ditulis dalam 7 lempengan tembaga ( yang berisi perjalanan Datu Gangga dengan Raja Magada India ) sesungguhnya di Lombok Utara di kuasai oleh 2 ( dua ) kedatuan besar yaitu Kedatuan GANGGA dan Kedatuan BEBEKEK DENDAUN yang memerintah pada abad 13 Masehi, bersamaan dengan Kerajaan SINGOSARI di Kediri Jawa Timur.
Dari manuskrip yang ditemukan di Penjor dan Kerurak bahwa wilayah kekuasaan pemerintahan Kedatuan Gangga meliputi Lokok Segara ketimur ke Tanjung Teros sampai ke Suradadi sedangkan Ke-Datuan BEBEKEK Dendaun memerintah dari Lokok Segara Ke barat meliputi Menggala, Pusuk, Medas, Mambalan, Berembeng, Punikan , Madahan sampai ke Peropok Lombok Timur.sedangkan Kedatuan Bayan sendiri di perintah oleh Datu Mandala Kusuma yang merupakan anak dari Datu Muter .
Batas wilayah kekuasaan KE-DATUAN tidak dibatasi oleh batas administrasi tetapi oleh PERSEKUTUAN atau oleh batas geografis wilayah berdasarkan satu kesatuan budaya dan hukum.
Kedatuan Bebekek yang berpusat di Selelos diperintah oleh Sang Aji Bebekek kemudian Sang Aji Dendaun, Cakra Bintoro,Datu Gulem atau Datu Bengeh,Tumenggung Dendaun, Raden Riapatih dan terakhir memerintah adalah Raden Rapatih.
ERA ANAK AGUNG KARANG ASEM
Pada Tahun 1740-1838 Masehi saat Deneq Mas Muter Rahdin menjadi Datu di Kedatuan Bebekeq, Kedatuan Bebekeq diserang oleh Kerajaan Karang Asem di bawah pimpinan Rangga Jowong ,kemudian terjadinya peperangan yang tidak berimbang,dengan laskar yang besar dalam peperangan tersebut Kedatuan Bebekeq mengalami kekalahan dan Kedatuan Bebekeqpun terbagi menjadi 2 ( dua ) Kedatuan yaitu Kedatuan Sokong Belimbing yang tetap berpusat di Bebekeq dan Kedatuan Sokong Kembang Dangar berpusat di Prawira Desa Sokong,Desa Sokong, Kecamatan Tanjung dari versi lain menyebutkan bahwa pusat Kedatuan Sokong Kembang Dangar berpusat di Getak Gali karena terdapat situs Makam kembang Dangar di Batu Ampar
Setelah Kedatuan Bebekeq runtuh akibat penyerangan dan penguasaan Anak Agung Karang Asem, maka yang memerintah di Kedatuan Bebekeq adalah Trah Anak Agung Karang Asem dan menjadi Raja di Bebekeq, kemudian mengubah dan membentuk Kedatuan baru yang bernama KEDATUAN SOKONG BELIMBING yang berpusat di Bebekeq yang diperintah oleh Trah Anak Agung Karang Asem ( Bukti situs yang dapat ditemukan bahwa di Makam Berangkak selain dimakamkan Datu Datu Bebekeq terdapat juga makam Trah Anak Agung Karang Asem).
Terdapat versi yang menyebutkan bahwa KEDATUAN SOKONG KEMBANG DANGAR diperintah oleh Deneq Mas Muter Jagat merupakan saudara dari Deneq Mas Muter Rahdin. Anak Agung Karang Asem kemudian menyerang Kedatuan Sokong Kembang Dangar hingga runtuh,Sedangkan Raden Wiryadana tokoh sufi yang mengajarkan Ilmu Tawasuf dan ahli pertanian.Dari Versi yang lain menyebutkan bahwa yang memerintah di Kedatuan Sokong Kembang Dangar adalah Raden Wiryadana yang ditunjuk langsung oleh Anak Agung Karang Asem memerintah di Kedatuan Sokong Kembang Dangar ( Manuskrip Kedatuan Sokong Kembang Dangar tidak ditemukan karena menurut informasi bahwa Manuskipnya dibawa oleh Belanda dan tersimpan di Museum LEIDEN di Belanda ).
Setelah kekalahan Kedatuan Bebekeq,Sokong Kembang Dangar Anak Agung Karang Asem yang berpusat di Mataram membentuk sistem pemerintahan di Lombok Utara dibawah Kerajaan Mataram seperti PUNGGAWA ( Berpusat di Pemenang ) yang pimpin oleh I GUSTI GDE GETAS, penyebutan PUNGGAWA di gunakan untuk penyebutan kepala pemerintahan. PUNGGAWA membawahi PERBEKEL.
Situs Kedatuan Bebekek masih bisa ditemukan sampai sekarang seperti Makam Bebekek ( Petilasan atau tempat berdirinya kerajaan/Kedatuan Bebekek di Selelos, Kecamatan Gangga ) Makam Berangkak ( Kuburan para leluhur kedatuan bebekek di Selelos Kecamatan Gangga ) dan Makam Remiga ( yang berada di depan SMPN 2 Gangga Karang Kates, Kecamatan Gangga ), menurut Pinutur orang tua di Gangga dan Tanjung di Situs Makam Remiga dimakamkan Deneq Mas Muter Rahdin yang merupakan perintis atau pembuka Telabah Gondang saluran Irigasi pertanian terbesar di Kecamatan Gangga yang juga disebut Deneq Mas Kembang Bangket.
Setelah Bebekeq mengalami kekalahan dari Anak Agung Karang Asem Deneq Mas Muter Rahdin, merupakan keturunan dari Kedatuan Bebekeq kemudian turun dari Bebekeq menuju ke Batu Rakit ( Gawah Borok ) mendirikan Masjid pertama Yang Bernama Masjid Borok Sama Guna ( Khatib yang pertama bernama Titiq Samaguna ) dari Batu Rakit perjalanan dilanjutkan ke Praba ( Sebelah Utara Kapu ), di Praba Deneq Mas Muter Rahdin meninggal dan kemudian di Makamkan di Makam Remiga yang berada di Karang Kates, Kecamatan Gangga, kemudian beberapa pengikutnya dan Trahnya menuju ke Tanjung dan bermukim di Karang Raden dan Jero ( Pejeroan Datu/Karang Bedil ) kemudian mendirikan Masjid Kedua yang bernama Masjid Borok Sama Guna di Karang Raden, Desa Tanjung, Kecamatan Tanjung.
ERA KOLONIAL
Setelah penaklukan CAKRANEGARA dari Anak Agung Karang Asem oleh Belanda pada Tahun 1894, sistem pemerintahan yang dikembangkan oleh Anak Agung Karang Asem dirubah dengan sistem pemerintahan Kolonial Belanda berupa sistem Kedistrikan Pada Tahun 1895, Kepemimpinan pemerintahan di tingkat kecamatan disebut DISTRIK dan dipimpin oleh KEPALA DISTRIK ( Camat ) sedangkan untuk Desa dipimpin oleh PEMUSUNGAN ( Kepala Desa ), disamping itu juga mengenal istilah KEPALA BUGIS dan KEPALA CHINA untuk memimpin dan mengatur masyarakat Bugis dan China, istilah PUNGGAWA dihapus oleh Belanda , sedangkan sistem PERBEKEL ( Kepala Desa ) tetap dipertahankan tetapi Khusus untuk memimpin dan mengatur masyarakat Hindu dan Budha dan berada di bawah distrik.
PEMEKEL PEKASEH petugas penagih /pengumpul pajak, dari hasil pengumpulan pajak diserahkan kepada SEDAHAN DISTRIK dan selanjutnya hasil pajak di serahkan kepada SEDAHAN AGUNG yang berada di Mataram.
Pemberlakukan sistem Distrik ( di Lombok Utara & Lombok Barat ) ada 5 Distrik yaitu Distrik Bayan, Distrik Tanjung, Distrik Gerung dan Distrik Ampenan, sedangkan di Lombok Utara terbagi menjadi 2 ( dua ) distrik yaitu Distrik Bayan dan Distrik Tanjung, karena luasnya wilayah Kedistrikan Bayan maka dibentuklah perwakilan distrik Bayan di Gondang berupa Asisten Distrik Bayan di Gondang.
Distrik Bayan Berpusat di Anyar dipimpin oleh Raden Segeti membawahi Pemusungan Anyar dan Pemusungan Sesait dan pada Tahun 1897 Asisten Distrik Bayan di bentuk dan berpusat di Gondang yang dipimpin pertama oleh Raden Kertapati dan Asisten Distrik Bayan kedua di Gondang dipimpin oleh Datoe Putrawa sedangkan Pemusungan Gondang didirikan Tahun 1900 dan sebagai pemusungan Pertama di Gondang adalah LANGGIA.
Sedangkan Distrik Tanjung berpusat di Dusun Karang Bedil dipimpin oleh Kepala Distrik bernama DATOE CANDRA membawahi Pemusungan Tanjung dan Pemusungan Pemenang, dan Pemusungan Pertama di Tanjung adalah Raden Durangsa.
Jalan PUSUK dibuka oleh Belanda pada Tahun 1932, dengan mengerahkan masyarakat untuk bekerja yang di koordinir langsung oleh Kepala Distrik ( Camat ) dan Pemusungan ( Kepala Desa ).
2. Riwayat Asal Usul Masyarakat Desa Tanjung
Masyarakat Desa Tanjung berasal dari Multi Kultur dan sangat heterogen berdasarkan keberagaman komunitas dari berbagai suku dari beberapa wilayah di Indonesia, keberagaman ini dapat dilihat dari mana warga masyarakat itu berasal, warga masyarakat Desa Tanjung yang berasal dari pulau Lombok banyak berasal dari Karang Bajo Bayan,Kamasan,Sekarbela dan Lombok Barat sedangkan warga yang berasal dari luar pulau Lombok banyak berasal dari Jawa, Bugis, Arab dan Bali yang merupakan komunitas terbesar kedua yang berasal dari pengaruh kerajaan Karang Asem yang melakukan ekspansi ke pulau Lombok, selain proses politik Kerajaan Anak Agung Karang Asem, kedatangan warga masyarakat dari luar Desa Tanjung juga disebabkan adanya proses perpindahan penduduk karena berdagang dan kemudian menetap menjadi warga Desa Tanjung.
Dalam perkembangannya, penduduk Tanjung berkembang pesat, warga dari luar mulai berdatangan dan bertempat tinggal di Tanjung, banyak pendatang yang berasal dari Kota Mataram ( Kamasan dan Sekarbela ) dan Kabupaten Lombok Barat ( Bila Tepung,Kediri, Gelogor ) dan masyarakat Bugis dari sulawesi terutama dari Bugis Makasar mendiami wilayah Sorong Jukung masyarakat yang datang dari luar Desa Tanjung membaur dan menyatu dengan masyarakat yang lainnya melalui proses perkawinan, dalam hetergonitas kehidupan masyarakatnya berkembang secara damai dan hidup dengan harmoni sampai sekarang.
Gambaran lain yang dapat dicerna bahwa pada sebelum masa pemerintahan Anak Agung Karang Asem, di Tanjung sudah dikenal adanya pembagian wilayah (tata ruang) yang dikenal dengan sebutan Paer Daya. Paer sendiri diartikan sebagai suatu kesatuan berdasarkan wilayah (teritorial), tata nilai lokal (sistem sosial budaya) dan kesatuan berdasarkan hukum (awiq-awiq). Kemudian Gumi Paer Daya ini dibagi menjadi Paer-Paer setingkat dengan kecamatan sekarang, Paer desa (setingkat desa), Paer Gubuq (setingkat dusun), Paer Dasan (setingkat dengan RW), kemudian pembagian berikutnya disebut Paer Repok (setingkat RT).
Masyarakat Tanjung selain mengenal adanya pembagian wilayah, mereka juga sudah mengenal adanya pranata-pranata lokal (Hukum Adat) yang mengatur hubungan antar manusia dengan manusia, masyarakat dengan masyarakat, masyarakat dengan alam, dan antara masyarakat dengan sang pencipta. Pranata ini disebut dengan Awiq-Awiq (Hukum Adat).
Kebudayaan dan tradisi adat di Tanjung sudah berkembang ini bisa dilihat dari upacara upacara adat yang dilaksanakan oleh masyarakatnya seperti yang dilakukan dalam Ritual adat MEMBANGAR dan juga Ritual adat yang lainnya, Karang Langu sebagai pusat adat masih bisa di lihat dengan adanya BALE BELEQ, selain itu Bale Beleq juga ada di Karang Raden dan Prawira dan juga masyarakat yang ada di Karang Panasan sudah berkembang teritori kebudayaan yang dilaksanakan secara turun temurun, tradisi ritual upacara adat gubuk maupun pengelolaan sumberdaya alam, sedangkan ritual adat di Karang Panasan terbentuk dalam Kesatuan Komunitas Adat yang bernama ORONG PAK PANASAN, BARU SATAN yang berpusat di Karang Panasan meliputi SEMPAK di Desa Tegal Maja dan BARU SATAN yang berada di Desa Bentek Kecamatan Gangga.
Untuk menjalankan Pranata-pranata lokal dikenal adanya Wet Tau Telu yang berarti pembagian kekuasaan kepada tiga unsur yaitu 1. Institusi Pemerintahan yang berkaitan dengan urusan pemerintahan, untuk Paer desa disebut Pemusungan. 2. Sedangkan untuk urusan yang berkaitan dengan bidang ke-Agama-an di urusi oleh Penghulu, Ketip, Lebey, Mudin, dan yang terakhir Santri. 3. Untuk hal-hal yang berkaitan dengan Adat diurus oleh Mangku, Mangku ini juga dibagi menjadi Mangku yang mengurusi Kehutanan disebut Mangku Alas, Mangku yang mengurusi Kelautan disebut Mangku Segara, Mangku yang mengurusi Pertanian disebut Mangku Gumi Urusan Informasi dan Komunikasi dikelola oleh Juru arah, dan urusan keamanan menjadi tugas Lang-Lang. Untuk urusan pemerintahan di bawah Pemusungan disebut Keliang (setingkat Dusun). Sedangkan urusan penegakkan keadilan hukum pada saat itu disebut Jakse.
Institusi-institusi lain yang berkembang pada masa pemerintahan Anak Agung Karang Asem antara lain BANJAR , institusi Banjar ini merupakan salah satu institusi sosial yang berkembang dalam kehidupan masyarakat, dengan ruang gerak lebih terpokus pada kegiatan-kegiatan sosial, kegiatan tradisi, baik yang berkaitan dengan tradisi ke-agama-an maupun tradisi yang berkaitan dengan adat dan budaya, sedangkan untuk pengelolaan pertanian terutama pertanian Irigasi dikenal istilah SUBAK untuk pengelolaan pertanian persawahan dan yang mengatur air irigasi di pertanian persawahan disebut dengan sebutan PEKASEH.
Perkembangan Agama Islam di Tanjung sudah terjadi sejak Abad 13 – 14 Masehi ditandai dengan adanya Langgar di Dusun Karang Langu dan Masjid Borok Sama Guna di Karang Raden serta Masjid Setumpuk Kembang Dangar di Prawira serta ditemukan situs makam yang terdapat di Sorong Jukung.
Sedangkan perkembangan Agama Budha di Tanjung mulai diperkenalkan pada Era Ekspedisi Majapahit ( Gajah Mada ) Pada Tahun 1452 Masehi di Lombok Utara dan berpusat di Lendang Bila dan Karang Panasan.
Perkembangan Agama Hindu di Tanjung terjadi Pada masa Kekuasaan Anak Agung Karang Asem, pada saat I GUSTI GDE GETAS sebagai Punggawa didirikan PURA yaitu PURA DALAM ( Desa Sokong ) dan PURA LINGSAR ( samping timur SMPN 1 Tanjung ) dan menunjuk I GUSTI GDE PRABU sebagai PINANDITA.
Pemukiman di Tanjung sebelum terbentuknya Desa Tanjung adalah Dusun Karang Langu yang masyarakatnya banyak berasal dari Selangu Akar –Akar , Dusun Karang Jero Di huni oleh masyarakat yang berasal dari Bali karena pengaruh dari Anak Agung Karang Asem, , Dusun Karang Raden yang masyarakatnya berasal dari Bebekeq, Dusun Karang Bayan yang masyarakatnya banyak berasal dari Karang Bajo, Bayan, Dusun Karang Panasan yang masyarakatnya berasal dari Murmas & Sempak, ,Dusun Karang Bedil yang masyarakatnya banyak berasal dari Kertaraharja dan Penjor Kecamatan Gangga dan sebagian dari Dusun Karang Nangka, Desa Sokong dan Dusun Lading –Lading yang masyarakatnya banyak berasal dari Bayan, Salut Belencong serta Kesik Lombok Timur.
Sedangkan Dusun Kandang Kaok merupakan pemekaran dari Dusun Karang Bayan, Dusun Karang Desa merupakan dusun pemekaran yang masyarakatnya berasal dari Buleleng Bali,Dusun Gubuk Baru masyarakatnya banyak berasal dari Lombok Barat dan Kota Mataram, Dusun Karang Suela masyarakatnya berasal dari Swela Lotim sedangkan Dusun Sorong Jukung masyarakatnya banyak bersal dari Bugis, Banjar dan Keturunan China.
Dari perkembangan komunitas masyarakatnya yang terus mengalami perkembangan maka terbentuklah Desa Tanjung sebagai sebuah Desa dengan otonomi yang bernama Desa dan dipimpin oleh Pemusungan.
3. Riwayat Sistem Pemerintahan Dan Kepemimpinan
Berdasarkan catatan sejarah , Desa Tanjung merupakan Desa tua yang berdiri Pada Hari Kamis, Tanggal 5 Bulan September Tahun 1895 Masehi, ditentukan berdasarkan DINA TELU yaitu Dasar penentuan baik buruknya hari dan tanggal ( Senin,Kamis dan Jumat ) atau disebut Ala Ayuning Diwase sedangkan menurut penanggalan Hijriah jatuh pada Selasa, 20 Rabiul Awwal 1313 Hijriah dan kalau dihitung berdasarkan runutan sejarah maka Usia Desa Tanjung pada Tahun 2022 ini sekitar 127 Tahun.
Sistem Pemerintahan Desa mulai diberlakukan dengan nama Pemusungan ( Kepala Desa ) di Tanjung sebagai sistem pemerintahan mulai diberlakukan Pada Tahun 1895 bersamaan dengan dengan dibentuknya Ke-Distrikan Tanjung, Distrik Tanjung dipimpin oleh Datoe Candra sedangkan Pemusungan pertama Tanjung adalah Raden Doerangsa, Pusat Pemerintahan Distrik dan Pemusungan berada di Dusun Karang Bedil,sekaligus sebagai tempat pos polisi dan tentara serta tempat ( TANGSI ) penjara.
Wilayah pemerintahan Pemusungan Tanjung meliputi Sebelah Timur termasuk Jenggala, sebelah barat sampai di Sigar Penjalin sedangkan sebelah selatan meliputi Lendang Bila dan Leong.
Pengaruh sistem pemerintahan distrik sebagai sebuah sistem pemerintahan yang terpusat sangat mempengaruhi sistem pemerintahan di bawahnya seperti desa,Dalam menjalankan sistem pemerintahan,Pemerintah Desa Tanjung mengalami era sistem pemerintahan yaitu dari sistem pemerintahan adat yaitu Pemusungan dan sistem pemerintahan terpusat yaitu Desa dengan Kepala Pemerintahannya adalah Kepala Desa.
Tata cara pemilihan pemusunganpun dilakukan dengan cara yang sangat demokratis, untuk menentukan Qourumnya jumlah pemilih, pemilih membawa batu kemudian dihitung oleh panitia pemilihan, sedangkan untuk menentukan pilihan dilakukan dengan cara MENYEPE ( berbisik ) atau membisikkan pilihannya kepada panitia pemilihan yang ada
Dilihat dari silsilah para Pemimpin pertama dan ketiga di Desa Tanjung memimpin dengan menggunakan sistem pemerintahan berupa Pemusungan yang masa jabatannya selama 10-30 tahun, dari silsilah dan urutan nama pejabat pemusungan Desa Tanjung , Pemusungan Pertama Desa Tanjung adalah Raden Durangsa yang memerintah dari tahun 1895-1927 yang berasal dari Karang Raden
Pemusungan Kedua adalah Datu Putrawi yang berasal dari Karang Raden memerintah dari tahun 1927-1932, Pada tahun 1932 pula Datu Putrawi kemudian ditunjuk oleh Belanda sebagai Kepala Distrik Tanjung dan posisinya digantikan oleh Datu Nyakrawa sebagai Pemusungan Ketiga yang memerintah dari tahun 1932 sampai dengan tahun 1962 yang berasal dari Karang Raden, sekaligus istilah Kepala Desa sebagai Kepala Pemerintahan di desa mulai diberlakukan, Pada Tahun 1962 saat pemerintahan dipegang oleh Datu Nyakrawa Desa Tanjung dimekarkan menjadi Desa Sokong dan yang menjadi Kepala Desa Pertama adalah Datu Winatih.
Sebagai Kepala Desa Tanjung pertama adalah Datu Medasawi yang memerintah dari tahun 1962 sampai dengan 1967 dan berasal dari Dusun Karang Raden, , selanjutnya Kepala Desa Tanjung Kedua dijabat oleh Sudiasim yang memerintah tahun 1967 sampai dengan tahun 1988 dan berasal dari Lendang Bila, pada masa SUDIASIM menjadi Kepala Desa Tanjung, Desa Tanjung dimekarlan lagi menjadi Desa Tegal Maja Pada Tahun 1988 yang menjabat sebagai Kepala Desa pertama Tegal Maja adalah Drs.MULIADI, Pada saat pemerintahan Sudiasim Tahun 1967-1988 sebagai Kepala Desa Tanjung,pusat pemerintahan Desa Tanjung yang semula berada di Dusun Karang Bedil dipindahkan ke Gubuk Baru Depan Lapangan Umum Tioq Tata Tunaq pada Tahun 1979.
Terjadinya pergeseran sistem pemerintahan dan pembagian wilayah sangat terasa oleh masyarakat Lombok Utara, ketika pemerintah Indonesia mulai menerapkan UU Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah yang bersifat Sentralistis lahirnya UU No. 22 / 1999 – Otonomi Daerah, yang memuat tiga prinsip dasar yaitu: 1) Azas Desentralisasi, 2) Azas Dekonsentrasi, dan 3) Azas Medebowin, dimana kekuasaan pemerintah pusat sangat dominan terhadap kekuasaan pemerintah daerah. Kemudian pada tahun 1979 pemerintah menerbitkan UU No 5 tahun 1979 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Desa, dimana pemilihan Kepala Desa dipilih langsung oleh masyarakat.
Selanjutnya dalam masa transisi pemerintahan dengan berlakunya UU No 5 tahun 1979 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Desa, menguatkan posisi Kepala Desa sebagai Kepala Pemerintahan di desa,sehingga pada tahun 1988 – 1989 pemerintahan di Desa Tanjung Ketiga dijabat oleh Wartadi menjabat sebagai PLT Kepala Tanjung yang berasal dari Dusun Lading-Lading.
Kemudian pada pemilihan secara demokratis yang dilaksanakan pada tahun 1989, terpilihlah Datu Ratmadi sebagai Kepala Desa Tanjung yang memimpin dari tahun 1989 sampai dengan Tahun 1997 berasal dari Dusun Karang Raden.
Pada masa Datu Ratmadi yang memerintah sebagai Kepala Desa Tanjung Logo Desa Tanjung mulai dirumuskan dengan membentuk Tim Perumus yang terdiri dari beberapa tokoh masyarakat diantaranya :
1. Datu Artadi
2. Martinom
3. Soedarma dan
4. Amak Limana
Dari rumusan terhadap Logo atau Lambang Desa Tanjung yang dilakukan Pada Bulan September tahun 1992, PARUS, PARAS, PAROS di tetapkan sebagai Logo atau lambang Desa Tanjung dan dalam rembug yang dilakukan menemukan ada 2 ( dua ) opsi, Opsi yang pertama yang dinamakan Filosofi MEMAMAK atau MENGUNYAH daun sirih ( Segeleng, Segulung dan Segiling ) sedangkan Opsi kedua dengan filosofi NGEMBOKIN yaitu memasukkan air kesawah berbunyi PARUS PARAS , PAROS. Dan dalam urun rembug dipilih dan ditentukanlah Opsi Kedua sebagai pilihan untuk Logo atau Lambang Desa Tanjung yaitu PARUS, PARAS, PAROS.
1. PARUS ber-arti air yang dimasukkan kesawah itu mengalir dengan lancar dan deras, tidak ada yang menghambat dan tidak ada yang menghalangi, dan ini dimaknai bahwa dalam setiap pertemuan setiap orang diberikan kesempatan untuk dapat mengemukakan pendapatnya dengan lugas tidak ada keraguan dan tidak ada seorangpun yang boleh memotong pendapatnya.
2. PARAS ber-arti rata atau air yang mengalir dengan baik dan memadai tidak ada bagian yang lebih tinggi atau yang lebih rendah dari yang lainnya, dan ini dimaknai makna bahwa dalam berdiskusi semua pendapat, usul dan saran setiap orang harus dihargai.
3. PAROS ber-arti apabila kondisi tanah sudah baik maka tidak ada bagian yang lebih rendah maupun yang lebih tinggi, sehingga air akan mengalir dengan lancar meresapi seluruh bagian tanah bahkan akan menggenapinya, hal ini dimaknai bahwa semua hal atau persoalan dapat ditimbang bersama sehingga menjadi sebuah kesepakatan yang dilakukan melalui musyawarah untuk mufakat.
Kepala Desa Tanjung keempat dijabat oleh TARNA.SH dari Tahun 1998-2007 yang berasal dari Dusun Lading Lading, Tahun 2007-2013 Kepala Desa Tanjung dijabat oleh DATU TASHADI PUTRA yang berasal dari Dusun Karang Raden dan BUDIAWAN.SH selama 2 ( dua ) priode dari 2013-2019, selanjutnya Pejabat Kepala Desa Tanjung dijabat oleh ABDULIS Pada Tahun 2019 dan pada pemilihan Kepala Desa yang diselenggarakan pada tahun 2020, Kepala Desa Tanjung dijabat oleh BUDIAWAN.SH dari tahun 2020 sampai dengan tahun 2026.
DAFTAR SILSILAH PEMUSUNGAN & KEPALA DESA TANJUNG
1895 – 2022